Sekali lagi saya ingin berbagi apa yang pernah
saya baca kali ini judulnya adalah pemarah tidak dapat surge menurut saya cukup
menarik. Semoga bisa bermanfaat untuk pembaca terutama untuk saya sendiri. Bagaimanakah
cara memancing kepiting? Ya, dengan menggunakan sebatang bambu. Selain bambu,
kita memerlukan tali untuk mengikatkan batu kecil pada satu ujung bambu, dan
mengikat ujung satunya lagi.
Kemudian, ayunkanlah bambu agar batu pada
ujung tali terayun menuju kepiting yang diincar. Ganggulah kepiting itu dengan
batu, menyentak dan nyentak, agar kepiting itu marah, dan jika cara itu
berhasil, kepiting akan ‘menggigit’ tali atau batu tersebut dengan marah.
Capitnya akan mencengkram batu atau tali dengan kuat sehingga dengan leluasa
kita dapat mengangkat bambu yang ujungnya terdapat seekor kepiting yang sedang
marah tadi.
Setelah itu tinggal kita kita masukkan kedalam
panic dan seterusnya kepiting itu pun berakhir sebagai hidangan yang lezat di
atas meja makan kita. Kepiting itu menjadi korban karena kemarahannya.
Kita sering melihat banyak orang jatuh dalam
kesulitan, menghadapi masalah, kehilangan peluang, kehilangan jabatan, bahkan
kehilangan segalanya karena marah.
Jika
kita menjadi seorang pemarah, kita akan kehilangan energi dengan sia-sia. Mungkin
bisa berakhir seperti cerita kepiting di atas berakhir sebagai korban santapan
lezat. Sebaliknya, jika kita bisa menahan marah, kita akan selamat.
Menurut Sayidina Ali, ada empat hal yang paling berat untuk
dilakukan, yaitu:
Ø Memaafkan ketika marah.
Ø Bederma ketika pailit atau dalam keadaan
sulit.
Ø Menjaga diri dari dosa ketika dalam
kesendirian.
Ø Menyampaikan kebenaran kepada orang yang
ditakuti atau diharapkan.
Ada kata-kata indah yang saya ambil dari
bacaan ini yaitu, Pemberani bukan berarti
brangasan. Pemberani adalah orang yang bisa menahan nafsu saat marah.
Memang, hati boleh panas, telinga boleh merah,
kepala boleh keras. Tapi pikiran harus selalu tetap jernih. Pastikan agar akal
pikiran tetap jernih dan ekspresikan kemarahan dalam bentuk yang sehat.
Kendalikan diri dan jangan terbawa emosi.
“Laa taghdhab, walakal jannah,” begitu
hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya” Jangan marah, bagimu surga,”.
Diantara tanda keberanian seseorang adalah
mereka yang dapat menahan amarahnya. Orang yang menuruti amarahnya akan
terhina, tercela, dan jatuh wibawa, serta hancur kredibilitasnya. Kalaupun
harus marah, itu pun karena hal yang sangat prinsip, misalnya karena pelecehan
terhadap Tuhan, bukan karena pribadinyanya yang tersinggung.
Jadi, bila kita menghadapi gangguan, baik itu
batu kecil atau batu besar, hadapilah dengan bijak, redam kemarahan sebisa
mungkin, lakukan penunndaan dua atau tiga detik dengan menarik nafas panjang,
kalau perlu pergi ke kamar kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air
dingin, dan berwudhulah agar murka dan kita terlepas dari hal-hal yang bisa
menghancurkan masa depan.