A.Pengertian Break even Point
Break event
point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat
untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi
suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang
diinginkan. Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya
produksi, maka dengan analisis titik impas dapat diketahui pada waktu dan
tingkat harga berapa penjualan yang dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut
rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan harga yang bersaing pula tanpa
melupakan laba yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan biaya produksi sangat
berpengaruh terhadap harga jual dan begitu pula sebaliknya, sehingga dengan
penentuan titik impas tersebut dapat diketahui jumlah barang dan harga yang
pada penjualan. Analisis break even sering digunakan dalam hal yang lain
misalnya dalam analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita
dapat menggunakan rumus ini untuk mengetahui:
1. Hubungan antara penjualan, biaya, dan
laba
2. Struktur biaya tetap dan variable
3. Kemampuan perusahaan memberikan
margin unutk menutupi biaya tetap
4. Kemampuan perusahaan dalam menekan
biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi
Selanjutnya,
dengan adanya analisis titik impas tersebut akan sangat membantu manajer dalam
perencanaan keuangan, penjualan dan produksi, sehingga manajer dapat mengambil
keputusan untuk meminimalkan kerugian, memaksimalkan keuntungan, dan melakukan
prediksi keuntungan yang diharapkan melalui penentuan
·
harga
jual persatuan,
·
produksi
minimal,
·
pendesainan
produk, dan lainnya
Dalam penentuan titik impas perlu diketahui terlebih dulu hal-hal dibawah
ini agar titik impas dapat ditentukan dengan tepat, yaitu:
·
Tingkat
laba yang ingin dicapai dalam suatu periode
·
Kapasitas
produksi yang tersedia, atau yang mungkin dapat ditingkatkan
·
Besarnya
biaya yang harus dikeluarkan, mencakup biaya tetap maupun biaya variable.
B.Penjelasan break even point
Teknik break
even poin analysis atau cost volume profit analysis sering digunakan dalam
menganalisis keuangan perusahaan. Model ini mencoba mencari dan menganalisis
aspek hubungan antara besarnya investasi dan besarnya volume rupiah yang
diperlukan untuk mencapai tingkat laba tertentu.
Dalam perusahaan
peranan penjualan sudah jelas yaitu sebagai “generating income” yaitu sumber
pembentukan laba. Kita menginginkan agar penjualan dapat menutupi biaya total
yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variable.
Biaya tetap
adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan. Beroperasi
atau tidak, biaya ini harus dikeluarkan, misalnya biaya penyusutan, biaya sewa,
biaya gaji, dan lain lain. Sebaliknya semakin banyak volume kegiatan atau
produksi semakin rendah biaya per unit biaya variable adalah biaya yang
jumlahnya tergantung pada volume kegiatan. Jika ada kegiatan pasti ada biaya
variable ini. Semakin banyak volume kegiatan maka semakin banyak biaya
variable. Namun biaya per unit relative sama. Misalnya biaya bahan, gaji tenaga
kerja langsung, komisi penjualan, dll. Pengetahuan terhadap biaya inisangat
penting dalam melakukan analisis break even.
Break even
berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak
mengalami rugi, artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi
itu dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya( biaya tetap dan
biaya variable) sama dengan total penjualan, sehingga tidak terjadi laba dan
juga kerugian.
C.Rumus BEP
Pengetahuan
akan angka break even ini sangatlah penting dalam melakukan analisis keuangan,
maupun dalam perencanaan laba dan pengambilan keputusan. Perhitungan break even
inidapat dijelaskan melalui contoh sebagai berikut:
Misalkan
biaya tetap(fixed cost) Rp 40.000,-, biaya ini dikeluarkan kendatipun tidak ada
penjualan. Biaya variable Rp 1,2 per unit artinya berap unit yang dijual biaya
variabelnya dikalikan Rp 1,2. Bertambah besar volume penjualan bertambah besar
pula biaya variable. Penjualan per unit dimisalkan Rp 2.
Dari data ini dapat kita cari break
even sebagai berikut:
Penjualan adalah harga x Volume
(unit)
Sales =
Price x Quantity
S =
P . Q
S =Rp
2 . Q
P menggambarkan harga per unit, Q
menggambarkan volume penjualan dalam unit, sedangkan S menggambarkan nilai
total penjualan (sales).
Total biaya adalah biaya tetap +
biaya variable
TC =
FC + VC
Jika FC = Rp 40.000,- maka :
TC =
40.000+ 1,2.Q
Dari rumusan ini kita dapat membuat
rumus break even.
a.
Rumus
break even point
Kalau kita ingin mengetahui total cost atau total
penerimaan dari penjualan maka yang diperlukan hanya volume penjualan dalam
unit (Q). setiap jumlah Q akan kita dapat menghitung sales,total cost, dan juga
laba/rugi.
Namun dalam BEP yang menjadi pegangan bagi kita adalah
titik dimana perusahaan tidak mengalami laba dan tidak mengalami rugi atau
istilah lainnya titik IMPAS.
Titik impas ini terjadi apabila:
TR (Sales) =
P. Q
TC =
FC + VC
Jadi pada titik break even:
Harga x Kuantitas Penjualan = biaya tetap + biaya
variable
P . Q =
FC+ VC
P .Q = FC + (V . Q )
(P. Q) – (V. Q) = FC
Q (P-V) = FC
V= harga variable cost per unit
Jadi :
Q= FC / (P-V)
Dalam rumus dan contoh di atas maka break even dapat
kita hitung sebagai berikut:
Q = =
Q =
50.000
b. Metode sederhana
Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui
bahwa jumlah yang harus dijual kalau perusahaan berada pada titik impas (break
even) adalah 50.000 unit.
Perhitungan dengan cara lain dapat
dilihat dari table sebagai berikut:
Harga penjualan adalah Rp 2/unit.
Biaya variable Rp 1,2
Biaya tetap Rp 40.000,-
Jumlah
unit
1
|
Harga
penjualan
2(1x2)
|
Biaya
Tetap
3
|
Biaya
variable
4.(1x1,2)
|
Total
Biaya
5(3x4)
|
Laba
6(2-5)
|
30.000
|
60.000
|
40.000
|
36.000
|
76.000
|
(16.000)
|
40.000
|
80.000
|
40.000
|
48.000
|
88.000
|
(8.000)
|
50.000
|
100.000
|
40.000
|
60.000
|
100.000
|
Break
even
|
60.000
|
120.000
|
40.000
|
72.000
|
112.000
|
8.000
|
70.000
|
140.000
|
40.000
|
84.000
|
124.000
|
16.000
|
100.000
|
200.000
|
40.000
|
120.000
|
160.000
|
40.000
|
Dari table ini dapat dilihat bahwa titik break
even adalah pada jumlah volume penjualan sebesar 50.000 unit.
Ini berarti bahwa apabila penjualan
perusahaan 50.000 unit maka perusahaan berada dalam posisi tidak mendapat laba
dan tidak mengalami rugi. Oleh karena itu kalau ingin beruntung maka usahakan
agar penjualan di atas break even tersebut.
D.
Kegunaan Lain dari BEP
Break even analysis sangat bermanfaat
dalam mengetahui hubungan antar cost, volume, harga, dan laba. Misalnya kita
ingin mencapai laba tertentu maka kita akan dapat mengetahui berapa unit barang
yang harus kita jual.
Apabila misalnya dalam contoh diatas
kita ingin laba Rp 8.000,- maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Pertama jika tidak ada laba rumusnya:
P x Q = FC + VC
Kalau kita ingin laba Rp 8.000,- maka
rumusnya :
P x Q = FC + VC + 8.000
2 Q = 40.000+ 1,2 Q+ 8.000
0,8Q =48.000
Q = 60.000 unit.
Untuk mendapatkan laba sebesar Rp
8.000,- maka kita harus dapat menjual 60.000 unit atau volume penjualan harus
Rp 120.000,-. Rumus ini bisa juga dipakai dengan harga per unit, dengan
menggunakan rumus tersebut di atas.
Misalnya kita ingin mendapat laba
sebesar Rp 8.000,- tapi menurut manajer penjualan kita hanya dapat menargetkan
penjulaan sebanyak 50.000 unit saja. Jadi berapa harga per unit yang dapat kita
jual (agar keuntungan sebesar Rp 8.000 dengan penjualan sebanyak 50.000 unit) ?
Untuk itu gunakan kembali rumusan
yang sebelumnya:
P.Q = FC + VC+ 8.000
P. 50.000 = 40.000+ 0,8(50.000)
+8.000
50.000 P = 8.000
P = 1,76
Jadi jika kita ambil laba Rp 8.000
dan jumlah unit yang dijual hanya 50.000 unit, maka harga yang dapat kita ambil
adalah sebesar Rp 1,76. Kalau P= 1,76 maka laba dapat dihitung sebagai berikut:
Sales (TR) 50.000 x 1,76 =
Rp 88.000,-
Biaya:
Biaya tetap
= Rp 40.000,-
Biaya variable 50.000 x 0,8 = Rp 40.000,-
Total biaya
= Rp
80.000,-
Laba =
Rp 8.000,-
E. Kelemahan Penggunaan BEP
Dalam pemakaian analisis ini kita
harus menyadari keterbatasan yang dikandung model ini. Kelemahan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Asumsi yang menyebutkan harga jual
konstan padahal kenyataannya harga ini kadang-kadang harus berubah sesuai
dengan kekuatan permintaan dan penwaran di pasar. Untuk menutupi kelemahan itu,
maka harus dibuat analisis sensitivitas untuk harga jual yang berbeda.
2. Asumsi terhadap cost
Penggolongan
biaya tetap dan biaya variable juga mengandung kelemahan. Dalam keadaan
tertentu untuk memenuhi volume penjualan , biaya tetap mau tidak mau harus
berubah karena pembelian mesin-mesin atau peralatan baru guna meningkatkan
volume produksi untuk penjualan. Begitu pula pada perhitungan biaya variable
per unit mengalami perubahan karena pada saat tertentu dapat terjadi kenaikan
harga bahan baku sehingga menaikkan biaya produksi perusahaan.
3. Jenis barang yang dijual tidak selalu
satu jenis
4. Biaya tetap juga tidak selalu tetap
pada berbagai kapasitas
5. Biaya variable juga tidak selalu
berubah sejajar dengan perubahan volume penjualan.
Namun
begitu,asumsi-asumsi terhadap analisis titik impas seperti asumsi terhadap
biaya yang dianggap tetap, kapasitas produksi serta tingkat penjualan dengan
jumlah dan harga yang juga diasumsikan tetap, maupun biaya variable yang
disumsikan berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan perlu dilakukan
karena untuk dapat membuat suatu model analisis mau tidak mau perlu adanya
asumsi yang mendasari perhitungan tersebut, agar perhitungan yang dilakukan
dapat menghasilkan hal-hal yang ingin kita prediksi. Kelemahan-kelemahan yang
terjadi merupakan resiko dari prediksi yang dilakukan sehingga dalam
pengambilan keputusan melalui analisis titik impas tetap perlu adanya
kehati-hatian dari manajer guna menghindari kesalahan yang berakibat pada
kerugian usaha.
F. ANALISIS SENSITIVITAS (SENSITIVITY ANALYSIS)
·
Merupakan
suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh2 yang akan terjadi akibat keadaan
yang berubah-ubah
·
Tujuan Analisis Sensitivitas :
1.
Memperbaiki cara pelaksanaan proyek/bisnis yang sedang dilaksanakan
2. Memperbaiki design proyek/bisnis
sehingga dapat meningkatkan NPV
3. Mengurangi resiko kerugian dgn
menunjukkan beberapa tindakan pencegahan yang harus diambil
Proyek pertanian sangat sensitif
(berubah-ubah) akibat 4 hal, yaitu :
1. Harga Output (apabila
penetapan harganya berbeda dengan kenyataan yang terjadi)
2. Keterlambatan pelaksanaan (keterlambatan
inovasi teknologi, pemesanan dan penerimaan teknologi)
3. Kenaikan Biaya
(Input) Umumnya proyek sangat sensitif terhadap perubahan biaya terutama biaya
konstruksi
4. Hasil (memperkirakan hasil,
gangguan hama/penyakit, gamgguan musim)
Perubahan keempat variabel tersebut
akan mempengaruhi komponen Cashflow (inflow ataupun outflow) yang pada akhirnya
akan mempengaruhi Net benefit dan mengubah kriteria investasi.
Cara melakukan Analisis Sensitivitas
Kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan
terhadap masalah yg dianggap penting pada analisis proyek & kemudian
menentukan pengaruh perubahan tsb terhadap daya tarik proyek.
Sejumlah nilai tersebut berdasarkan
data-data yang tersedia (ada dasarnya)
Misalnya,
1. perubahan kenaikan biaya 10 persen karena ……
2. perubahan penurunan produksi sebesar 30 % karena hama penyakit,
3. Dll
NPV proyek irigasi pada DF 12 %
adalah Rp 8.14 ribu juta rupiah
IRR = 20 + 5((0.29/(0.29-(-0.85))
= 21 persen
NPV pada DF 12 % = Rp 2.37 ribu juta
IRR = 15 + 5(0.14/1.96)
= 15 %
DAFTAR PUSTAKA
·
Khasmir,
Pengantar Manajemen Keuangan,
·
Syafri
Sofyan, Analisis Kritis Laporan Keuangan, Rajawali Pres, Jakarta, 2008.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=analisis+sensitivitas&source=web&cd=1&ved=0CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fmikolehi.files.wordpress.com%2F2009%2F11%2Fanalisis-sensitivitas-sensitivity-analysis.ppt&ei=jZmeT8iCJsqHrAeopYVE&usg=AFQjCNFPF6Be9ObjerMrlasAMu6rnFYywg