Pages

Senin, 30 April 2012

Pengertian : Analisis Titik Impas (Break even Point), Analisis Sensitivitas (Sensitivity Analysis) & Beserta Contohnya


A.Pengertian Break even Point
           Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan. Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan analisis titik impas dapat diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan biaya produksi sangat berpengaruh terhadap harga jual dan begitu pula sebaliknya, sehingga dengan penentuan titik impas tersebut dapat diketahui jumlah barang dan harga yang pada penjualan. Analisis break even sering digunakan dalam hal yang lain misalnya dalam analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat menggunakan rumus ini untuk mengetahui:
1.      Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba
2.      Struktur biaya tetap dan variable
3.      Kemampuan perusahaan memberikan margin unutk menutupi biaya tetap
4.      Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi
Selanjutnya, dengan adanya analisis titik impas tersebut akan sangat membantu manajer dalam perencanaan keuangan, penjualan dan produksi, sehingga manajer dapat mengambil keputusan untuk meminimalkan kerugian, memaksimalkan keuntungan, dan melakukan prediksi keuntungan yang diharapkan melalui penentuan
·         harga jual persatuan,
·         produksi minimal,
·         pendesainan produk, dan lainnya

Dalam penentuan titik impas  perlu diketahui terlebih dulu hal-hal dibawah ini agar titik impas dapat ditentukan dengan tepat, yaitu:
·         Tingkat laba yang ingin dicapai dalam suatu periode
·         Kapasitas produksi yang tersedia, atau yang mungkin dapat ditingkatkan
·         Besarnya biaya yang harus dikeluarkan, mencakup biaya tetap maupun biaya variable.
B.Penjelasan break even point
           Teknik break even poin analysis atau cost volume profit analysis sering digunakan dalam menganalisis keuangan perusahaan. Model ini mencoba mencari dan menganalisis aspek hubungan antara besarnya investasi dan besarnya volume rupiah yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba tertentu.
           Dalam perusahaan peranan penjualan sudah jelas yaitu sebagai “generating income” yaitu sumber pembentukan laba. Kita menginginkan agar penjualan dapat menutupi biaya total yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variable.
           Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan. Beroperasi atau tidak, biaya ini harus dikeluarkan, misalnya biaya penyusutan, biaya sewa, biaya gaji, dan lain lain. Sebaliknya semakin banyak volume kegiatan atau produksi semakin rendah biaya per unit biaya variable adalah biaya yang jumlahnya tergantung pada volume kegiatan. Jika ada kegiatan pasti ada biaya variable ini. Semakin banyak volume kegiatan maka semakin banyak biaya variable. Namun biaya per unit relative sama. Misalnya biaya bahan, gaji tenaga kerja langsung, komisi penjualan, dll. Pengetahuan terhadap biaya inisangat penting dalam melakukan analisis break even.
           Break even berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi, artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya( biaya tetap dan biaya variable) sama dengan total penjualan, sehingga tidak terjadi laba dan juga kerugian.

C.Rumus BEP
            Pengetahuan akan angka break even ini sangatlah penting dalam melakukan analisis keuangan, maupun dalam perencanaan laba dan pengambilan keputusan. Perhitungan break even inidapat dijelaskan melalui contoh sebagai berikut:
            Misalkan biaya tetap(fixed cost) Rp 40.000,-, biaya ini dikeluarkan kendatipun tidak ada penjualan. Biaya variable Rp 1,2 per unit artinya berap unit yang dijual biaya variabelnya dikalikan Rp 1,2. Bertambah besar volume penjualan bertambah besar pula biaya variable. Penjualan per unit dimisalkan Rp 2.
           



Dari data ini dapat kita cari break even sebagai berikut:
Penjualan adalah harga x Volume (unit)
Sales    = Price x Quantity
S          = P . Q
S          =Rp 2 . Q
P menggambarkan harga per unit, Q menggambarkan volume penjualan dalam unit, sedangkan S menggambarkan nilai total penjualan (sales).
Total biaya adalah biaya tetap + biaya variable
TC        = FC + VC
Jika FC = Rp 40.000,- maka :
TC        = 40.000+ 1,2.Q
Dari rumusan ini kita dapat membuat rumus break even.
a.      Rumus break even point
Kalau kita ingin mengetahui total cost atau total penerimaan dari penjualan maka yang diperlukan hanya volume penjualan dalam unit (Q). setiap jumlah Q akan kita dapat menghitung sales,total cost, dan juga laba/rugi.
Namun dalam BEP yang menjadi pegangan bagi kita adalah titik dimana perusahaan tidak mengalami laba dan tidak mengalami rugi atau istilah lainnya titik IMPAS.
Titik impas ini terjadi apabila:
TR (Sales)        = P. Q
TC                    = FC + VC
Jadi pada titik break even:
Harga x Kuantitas Penjualan  =          biaya tetap + biaya variable
P . Q                                        =          FC+ VC
P .Q                                         =          FC + (V . Q )
(P. Q) – (V. Q)                         =          FC
Q (P-V)                                                =          FC
V= harga variable cost per unit
Jadi :
Q= FC / (P-V)
Dalam rumus dan contoh di atas maka break even dapat kita hitung sebagai berikut:
Q      =  =
Q       = 50.000  

b.      Metode sederhana
Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa jumlah yang harus dijual kalau perusahaan berada pada titik impas (break even) adalah 50.000 unit.
Perhitungan dengan cara lain dapat dilihat dari table sebagai berikut:

Harga penjualan adalah Rp 2/unit.
Biaya variable Rp 1,2
Biaya tetap Rp 40.000,-
Jumlah unit

1
Harga penjualan
2(1x2)
Biaya Tetap

3
Biaya variable
4.(1x1,2)
Total Biaya

5(3x4)
Laba

6(2-5)
30.000
60.000
40.000
36.000
76.000
(16.000)
40.000
80.000
40.000
48.000
88.000
(8.000)
50.000
100.000
40.000
60.000
100.000
Break even
60.000
120.000
40.000
72.000
112.000
8.000
70.000
140.000
40.000
84.000
124.000
16.000
100.000
200.000
40.000
120.000
160.000
40.000

 Dari table ini dapat dilihat bahwa titik break even adalah pada jumlah volume penjualan sebesar 50.000 unit.
Ini berarti bahwa apabila penjualan perusahaan 50.000 unit maka perusahaan berada dalam posisi tidak mendapat laba dan tidak mengalami rugi. Oleh karena itu kalau ingin beruntung maka usahakan agar penjualan di atas break even tersebut.
D.  Kegunaan Lain dari BEP
Break even analysis sangat bermanfaat dalam mengetahui hubungan antar cost, volume, harga, dan laba. Misalnya kita ingin mencapai laba tertentu maka kita akan dapat mengetahui berapa unit barang yang harus kita jual.
Apabila misalnya dalam contoh diatas kita ingin laba Rp 8.000,- maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Pertama jika tidak ada laba rumusnya:
P x Q         = FC + VC
Kalau kita ingin laba Rp 8.000,- maka rumusnya :
P x Q         = FC + VC + 8.000
2 Q            = 40.000+ 1,2 Q+ 8.000
0,8Q          =48.000
Q               = 60.000 unit.
Untuk mendapatkan laba sebesar Rp 8.000,- maka kita harus dapat menjual 60.000 unit atau volume penjualan harus Rp 120.000,-. Rumus ini bisa juga dipakai dengan harga per unit, dengan menggunakan rumus tersebut di atas.
Misalnya kita ingin mendapat laba sebesar Rp 8.000,- tapi menurut manajer penjualan kita hanya dapat menargetkan penjulaan sebanyak 50.000 unit saja. Jadi berapa harga per unit yang dapat kita jual (agar keuntungan sebesar Rp 8.000 dengan penjualan sebanyak 50.000 unit) ?
Untuk itu gunakan kembali rumusan yang sebelumnya:
P.Q           = FC + VC+ 8.000
P. 50.000 = 40.000+ 0,8(50.000) +8.000
50.000 P  = 8.000
P               = 1,76
Jadi jika kita ambil laba Rp 8.000 dan jumlah unit yang dijual hanya 50.000 unit, maka harga yang dapat kita ambil adalah sebesar Rp 1,76. Kalau P= 1,76 maka laba dapat dihitung sebagai berikut:
Sales (TR)  50.000 x 1,76                                                                                 = Rp 88.000,-
Biaya:
Biaya tetap                                                                                   = Rp 40.000,-
Biaya variable    50.000 x 0,8                                                     = Rp 40.000,-
Total biaya                                                                                                       = Rp 80.000,-
Laba                                                                                                                  = Rp 8.000,-

E. Kelemahan Penggunaan BEP
Dalam pemakaian analisis ini kita harus menyadari keterbatasan yang dikandung model ini. Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataannya harga ini kadang-kadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penwaran di pasar. Untuk menutupi kelemahan itu, maka harus dibuat analisis sensitivitas untuk harga jual yang berbeda.

2.      Asumsi terhadap cost
Penggolongan biaya tetap dan biaya variable juga mengandung kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan , biaya tetap mau tidak mau harus berubah karena pembelian mesin-mesin atau peralatan baru guna meningkatkan volume produksi untuk penjualan. Begitu pula pada perhitungan biaya variable per unit mengalami perubahan karena pada saat tertentu dapat terjadi kenaikan harga bahan baku sehingga menaikkan biaya produksi perusahaan.
3.      Jenis barang yang dijual tidak selalu satu jenis
4.      Biaya tetap juga tidak selalu tetap pada berbagai kapasitas
5.      Biaya variable juga tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume penjualan.

Namun begitu,asumsi-asumsi terhadap analisis titik impas seperti asumsi terhadap biaya yang dianggap tetap, kapasitas produksi serta tingkat penjualan dengan jumlah dan harga yang juga diasumsikan tetap, maupun biaya variable yang disumsikan berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan perlu dilakukan karena untuk dapat membuat suatu model analisis mau tidak mau perlu adanya asumsi yang mendasari perhitungan tersebut, agar perhitungan yang dilakukan dapat menghasilkan hal-hal yang ingin kita prediksi. Kelemahan-kelemahan yang terjadi merupakan resiko dari prediksi yang dilakukan sehingga dalam pengambilan keputusan melalui analisis titik impas tetap perlu adanya kehati-hatian dari manajer guna menghindari kesalahan yang berakibat pada kerugian usaha.

F. ANALISIS SENSITIVITAS (SENSITIVITY ANALYSIS)
·         Merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh2 yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah
·         Tujuan Analisis Sensitivitas :
1.  Memperbaiki cara pelaksanaan proyek/bisnis yang sedang dilaksanakan
2. Memperbaiki design proyek/bisnis sehingga dapat meningkatkan NPV

3.  Mengurangi resiko kerugian dgn menunjukkan beberapa tindakan pencegahan yang harus diambil
Proyek pertanian sangat sensitif (berubah-ubah) akibat 4 hal, yaitu :

1.  Harga Output (apabila penetapan harganya berbeda dengan kenyataan yang terjadi)

2.  Keterlambatan pelaksanaan (keterlambatan inovasi teknologi, pemesanan dan penerimaan teknologi)
3. Kenaikan Biaya
(Input) Umumnya proyek sangat sensitif terhadap perubahan biaya terutama biaya konstruksi

4.  Hasil (memperkirakan hasil, gangguan hama/penyakit, gamgguan musim)
Perubahan keempat variabel tersebut akan mempengaruhi komponen Cashflow (inflow ataupun outflow) yang pada akhirnya akan mempengaruhi Net benefit dan mengubah kriteria investasi.
Cara melakukan Analisis Sensitivitas

Kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap masalah yg dianggap penting pada analisis proyek & kemudian menentukan pengaruh perubahan tsb terhadap daya tarik proyek.
Sejumlah nilai tersebut berdasarkan data-data yang tersedia (ada dasarnya)

Misalnya,
1. perubahan kenaikan biaya 10 persen karena ……
2. perubahan penurunan produksi sebesar 30 % karena hama penyakit,
3. Dll
NPV proyek irigasi pada DF 12 % adalah Rp 8.14 ribu juta rupiah

IRR = 20 + 5((0.29/(0.29-(-0.85))
       = 21 persen
NPV pada DF 12 % = Rp 2.37 ribu juta

IRR = 15 + 5(0.14/1.96)
       = 15 %



DAFTAR PUSTAKA
·         Khasmir, Pengantar Manajemen Keuangan,

·         Syafri Sofyan, Analisis Kritis Laporan Keuangan, Rajawali Pres, Jakarta, 2008.

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=analisis+sensitivitas&source=web&cd=1&ved=0CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fmikolehi.files.wordpress.com%2F2009%2F11%2Fanalisis-sensitivitas-sensitivity-analysis.ppt&ei=jZmeT8iCJsqHrAeopYVE&usg=AFQjCNFPF6Be9ObjerMrlasAMu6rnFYywg

Rabu, 04 April 2012

Nilai Waktu Uang

Nilai waktu uang merupakan konsep sentral dalam manajemen keuangan. Pemahaman nilai waktu uang sangat penting dalam studi manajemen keuangan. Banyak keputusan dan teknik dalam manajemen keuangan yang memerlukan pemahaman nilai waktu uang. Biaya modal, analisis keputusan investasi (penganggaran modal), analisis alternatif dana, penilaian surat berharga, merupakan contoh-contoh teknik dan analisis yang memerlukan pemahaman konsep nilai waktu uang.
Manajer keuangan juga perlu memahami konsep nilai waktu  uang yang diperlukan dalam mengambil keputusan ketika akan melakukan investasi pada suatu aktiva dan pengambilan  keputusan ketika akan menentukan sumber dana pinjaman yang akan dipilih.

Ø Future Value
Future Value (FV) digunakan untuk menghitung nilai investasi yang akan datang berdasarkan tingkat suku bunga dan angsuran yang tetap selama periode tertentu. Untuk menghitung FV bisa menggunakan fungsi fv() yang ada dimicrosoft excel. Ada lima parameter yang ada dalam fungsi fv(), yaitu :
·         Rate, tingkat suku bunga pada periode tertentu bisa per bulan ataupun per tahun.
·         Nper, jumlah angsuran yang dilakukan
·         Pmt, besar angsuran yang dibayarkan.
·         Pv, nilai saat ini yang akan dihitung nilai akan datangnya.
·         Type, jika bernilai 1 pembayaran dilakukan diawal periode, jika bernilai 0 pembayaran dilakukan diakhir periode.
Contoh 1:
Biaya masuk perguruan tinggi saat ini adalah Rp50.000.000, berapa biaya masuk perguruan tinggi 20 tahun yang akan datang, dengan asumsi pemerintah mampu mempertahankan inflasi satu digit, misal 8% per tahun, dengan menggunakan fungsi fv(), masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut :
·         Rate = 8%
·         Nper = 20
·         Pmt = 0, tidak ada angsuran yang dikeluarkan tiap tahunnya
·         Pv = -50000000, minus sebagai tanda cashflow bahwa kita mengeluarkan uang
·         Type = 0
Dari masukan diatas maka akan didapat nilai 233,047,857.19
Contoh 2:
Setiap bulan kita menabung dibank sebesar 250.000, saldo awal tabungan kita adalah 10.000.000, bunga bank pertahun 6%, dengan asumsi tidak ada potongan bunga dan biaya administrasi, berapa uang yang akan kita dapat 20 tahun yang akan datang?, dengan menggunakan fungsi fv(), masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut:
·         Rate = 6%/12, dibagi 12 karena angsuran 250.000 dilakukan perbulan
·         Nper = 20×12 = 240, dikali 12 karena angsuran dilakukan per bulan
·         Pmt = -250000, nilai yang ditabungkan setiap bulan, minus sebagai tanda cashflow kita mengeluarkan uang
·         Pv = -50000000, minus sebagai tanda cashflow bahwa kita mengeluarkan uang
·         Type = 0
Dari masukan diatas maka akan didapat nilai 148,612,268.55
Yang perlu diperhatikan dalam penggunakan fungsi fv() adalah satuan untuk parameter rate, nper dan pmt haruslah sama, jika satuannya bulan maka harus bulan semua, jika ada yang bersatuan tahun maka harus dikonversi ke satuan bulan.
Ø Present Value
Present Value digunakan untuk untuk mengetahui nilai investasi sekarang dari suatu nilai dimasa datang. Untuk menghitung PV bisa menggunakan fungsi pv() yang ada dimicrosoft excel. Ada lima parameter yang ada dalam fungsi pv(), yaitu :
·         Rate, tingkat suku bunga pada periode tertentu bisa per bulan ataupun per tahun.
·         Nper, jumlah angsuran yang dilakukan.
·         Pmt, besar angsuran yang dibayarkan.
·         Fv, nilai akan datang yang akan dihitung nilai sekarangnya.
·         Type, jika bernilai 1 pembayaran dilakukan diawal periode, jika bernilai 0 pembayaran dilakukan diakhir periode.
Contoh :
Saat pensiun 25 tahun lagi saya ingin punya uang 1.000.000.000, berapakah nilai uang 1.000.000.000 saat ini, dengan asumsi pemerintah mampu mempertahankan inflasi satu digit, misal 8% per tahun, dengan menggunakan fungsi pv() masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut :
·         Rate = 8%
·         Nper = 25
·         Pmt = 0, tidak ada angsuran yang dikeluarkan tiap tahunnya
·         Fv = 1000000000
·         Type = 0
Dari masukan diatas maka akan didapat nilai -146,017,904.91
Kenapa minus, sekali lagi itu sebagai tanda cash flow, untuk mendapatkan uang 1.000.000.000 25 tahun lagi maka saya harus mengeluarkan uang sebesar 146,017,904.91 saat ini atau dengan kata lain uang 1.000.000.000 25 tahun lagi sama nilainya dengan uang 146,017,904.91 saat ini, dengan asumsi inflasi konsisten sebesar 8% setiap tahun selama 25 tahun.
Sama halnya dengan fungsi fv(), fungsi pv() harus menggunakan satuan yang sama untuk parameter rate, nper dan pmt, jika bersatuan tahun maka harus tahun semua, jika ada yang bersatuan bulan maka harus dikonversi ke satuan tahun.
Ø Net Present Value (NPV)
NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini.Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan.

Rumus yang digunakan

Arus kas masuk dan keluar yang didiskonkan pada saat ini (present value (PV)). yang dijumlahkan selama masa hidup dari proyek tersebut dihitung dengan rumus:
Rt/(1+i)t
dimana:
t - waktu arus kas
i - adalah suku bunga diskonto yang digunakan
R_t - arus kas bersih (the net cash flow) dalam waktu t

Arti perhitungan NPV

Pada tabel berikut ditunjukkan arti dari perhitungan NPV terhadap keputusan investasi yang akan dilakukan.
Bila...
Berarti...
Maka...
NPV > 0
investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi perusahaan
proyek bisa dijalankan
NPV < 0
investasi yang dilakukan akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan
proyek ditolak
NPV = 0
investasi yang dilakukan tidak mengakibatkan perusahaan untung ataupun merugi
Kalau proyek dilaksanakan atau tidak dilaksanakan tidak berpengaruh pada keuangan perusahaan. Keputusan harus ditetapkan dengan menggunakan kriteria lain misalnya dampak investasi terhadap positioning perusahaan.

Untuk lebih jelas ada baiknya dilihat dengan contoh perhitungan dibawah ini.
Suatu proyek dengan dengan investasi sebesar Rp. 7,000 juta dan tingkat bunga yang relevan sebesar 18%. Proyek ini diharapkan akan menghasilkan nilai sebesar Rp. 9,000 juta. Maka berapakah besarnya net present value yang akan dihasilkan?
PVpenerimaan = 9.000 / ( 1 + 0.18 )1 = Rp. 7,627 juta
PVinvestasi = 7.000 / ( 1 + 0.18 )0 = Rp. 7,000 juta
Maka Net Present Value yang dihasilkan adalah
NPV = PVinvestasi + PVpenerimaan
NPV = – 7,000 + 7,627 = Rp. 627 juta
Sehingga didapatlah rumus sebagai berikut:
NPV = Ao + (A1 / (1 + r))
dimana, Ao = nilai awal investasi; A1 = nilai penerimaan dari investasi; r = tingkat suku bunga yang relevan.
Berkaitan dengan investasi (modal) yang akan ditanamkan, maka diperlukan pedoman untuk dapat dengan bijak menilai investasi tersebut. Dan pedoman tersebut yang dapat dipakai sebagai panduan adalah:
§  Terima investasi yang diharapkan bilamana memberikan NPV positif.
§  Terima investasi yang memberikan IRR yang lebih besar daripada tingkat keuntungan yang diisyaratkan.
Tentu saja penyajian konsep ini berlaku bilamana kondisi pasar uang dan pasar modal yang sempurna dengan catatan:
§  Tingkat suku bunga yang ada adalah stabil dan sama, tidak berfluktuatif.
§  Tidak adanya pihak yang dominan untuk mempengaruhi pasar.
§  Kondisi diluar transaksi keuangan yang ada adalah stabil.

Ø Internal Rate of Return 
IRR berasal dari bahasa Inggris Internal Rate of Return disingkat IRR yang merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Suatu proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju pengembaliannya (rate of return) lebih besar dari pada laju pengembalian apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana dan lain-lain).
IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi dilaksanakan atau tidak, untuk itu biasanya digunakan acuan bahwa investasi yang dilakukan harus lebih tinggi dari Minimum acceptable rate of return atau Minimum atractive rate of return. Minimum acceptable rate of return adalah laju pengembalian minimum dari suatu investasi yang berani dilakukan oleh seorang investor.
Cara perhitungan IRR

http://bits.wikimedia.org/skins-1.19/common/images/magnify-clip.png
Posisi IRR ditunjukkan pada grafik NPV (r) (rdengan label 'i' pada grafik)
IRR [1]merupakan suku bunga yang akan menyamakan jumlah nilai sekarang dari penerimaan yang diharapkan diterima (present value of future proeed) dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran untuk investasi.
Besarnya nilai sekarang dihitung dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut:
NPV= Nn=0  Cn/(1+r)n
Contoh
Bila suatu investasi mempunyai arus kas sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut
Tahun (n)
Arus (Cn)
0
-4000
1
1200
2
1410
3
1875
4
1050
Kemudian IRR r dihitung dari
NPV= -4000 + 1200/(1+r)1 + 1410/(1+r)3 + 1875/(1+r)3 + 1050/(1+r)4 = 0.
Dalam kasus ini hasilnya adalah 14.3%.
Perhitungan IRR praktis
Untuk mempermudah perhitungan IRR, yaitu dengan mencoba suku bunga yang diperkirakan akan memberikan nilai NPV positif misalnya 10 % yang akan memberikan NPV sebesar 382 dan dilanjutkan dengan perhitungan NPV yang negatif, Misalnya pada 20 % akan memberikan NPV sebesar -429. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IRR= Bunga rendah + (NPV/ NPV pada bunga rendah - NPV pada bunga tinggi)* ( bunga tinggi - bunga rendah)

atau disederhanakan
IRR=Ir + (NPV Ir/NPV Ir - NPV It) * (It - Ir)
dari data di atas akan diperoleh IRR Sebesar 14,71 %, angka ini sedikit berbeda dari hasil hitungan di atas karena merupakan perhitungan empiris, angka ini bisa diperbaiki kalau rentang bunga tinggi dengan bunga rendah lebih kecil.

Sumber:
 

Blogger news

About